JAKARTA--MI: Rencana pemerintah untuk membuat peraturan pemerintah pengganti UU (Perppu) dan UU baru untuk menggantikan UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) ditentang oleh Koalisi Masyarakat Sipil Anti UU BHP. Pasalnya, perundang-undangan yang menggantikan UU BHP dinilai memiliki visi yang sama.
Pengamat pendidikan Darmaningtyas, Minggu (25/4) menyatakan bahwa perundang-undangan baru justru menimbulkan masalah. Kemungkinan besar norma-norma dalam perundangan tersebut masih sama dengan UU BHP. "Ini akan memunculkan polemik di masyarakat, karena visi yang kami tentang adalah UU BHP ini justru merendahkan pendidikan sendiri," jelasnya.
Menurutnya, sepuluh tahun pendidikan tinggi berbentuk Badan Hukum Pendidikan justru menggerogoti mutu pendidikan. Lembaga pendidikan cenderung menjadi lahan bisnis dan memberatkan masyarakat.
"Secara substansi ini malah membatasi masyarakat untuk meraih pendidikan karena mahalnya pendidikan, bukan memudahkan. Soal mutu, masih sama saja. Saya usul perguruan tinggi dikembalikan bentuknya dari PT BHMN menjadi PTN," jelas Darmaningtyas.
Kuasa Hukum Koalisi Masyarakat Sipil Anti UU BHP, Taufik Basari, menambahkan bahwa pemerintah harus memperhatikan pertimbangan hukum dalam sidang MK. Karena dalam persidangan konstitusi, materi perdebatan harus menjadi pertimbangan dalam pembuatan UU baru. "Sidang itu diskusi, jika pemerintah mengenyampingkan diskusi dalam sidang itu sama saja tidak memahami materi perdebatan," tegas Taufik.
Tobas, panggilan akrab Taufik, menyatakan Menteri Pendidikan M Nuh, harusnya bersikap terbuka terhadap masyarakat. Karena jika mereka mengeluarkan perundangan yang memiliki visi yang sama dengan UU BHP, sama saja pengingkaran terhadap putusan MK. "Artinya substansi persidangan tidak dipahami oleh menteri," tegasnya.
Taufik menawarkan kepada Kementerian Pendidikan untuk berdialog dengan pihak penggugat UU BHP. Sehingga substansi yang diamanatkan konstitusi tetap dapat diserap.
--------------------------------------------------------------------------------
mediaindonesia.com, 26 April 2010
Pengamat pendidikan Darmaningtyas, Minggu (25/4) menyatakan bahwa perundang-undangan baru justru menimbulkan masalah. Kemungkinan besar norma-norma dalam perundangan tersebut masih sama dengan UU BHP. "Ini akan memunculkan polemik di masyarakat, karena visi yang kami tentang adalah UU BHP ini justru merendahkan pendidikan sendiri," jelasnya.
Menurutnya, sepuluh tahun pendidikan tinggi berbentuk Badan Hukum Pendidikan justru menggerogoti mutu pendidikan. Lembaga pendidikan cenderung menjadi lahan bisnis dan memberatkan masyarakat.
"Secara substansi ini malah membatasi masyarakat untuk meraih pendidikan karena mahalnya pendidikan, bukan memudahkan. Soal mutu, masih sama saja. Saya usul perguruan tinggi dikembalikan bentuknya dari PT BHMN menjadi PTN," jelas Darmaningtyas.
Kuasa Hukum Koalisi Masyarakat Sipil Anti UU BHP, Taufik Basari, menambahkan bahwa pemerintah harus memperhatikan pertimbangan hukum dalam sidang MK. Karena dalam persidangan konstitusi, materi perdebatan harus menjadi pertimbangan dalam pembuatan UU baru. "Sidang itu diskusi, jika pemerintah mengenyampingkan diskusi dalam sidang itu sama saja tidak memahami materi perdebatan," tegas Taufik.
Tobas, panggilan akrab Taufik, menyatakan Menteri Pendidikan M Nuh, harusnya bersikap terbuka terhadap masyarakat. Karena jika mereka mengeluarkan perundangan yang memiliki visi yang sama dengan UU BHP, sama saja pengingkaran terhadap putusan MK. "Artinya substansi persidangan tidak dipahami oleh menteri," tegasnya.
Taufik menawarkan kepada Kementerian Pendidikan untuk berdialog dengan pihak penggugat UU BHP. Sehingga substansi yang diamanatkan konstitusi tetap dapat diserap.
--------------------------------------------------------------------------------
mediaindonesia.com, 26 April 2010
Komentar
Posting Komentar